JeJaK hIDup
Monday, March 3, 2008
Redupnya peduli
Berita ini kemarin beberapa kali muncul di layar TV dan menyuguhkan kepenonton sebuah gambar dan rekaman yang mirisnya luar biasa. Sebuah pemandangan yang jujur membuat saya sedih,emosi,gemes,marah, jengkel, dan malu. Bagamiana tidak?? Didaerah yang konon kabarnya sempat menjadi daerah lumbung pangan di Indonesia, ternyata masih ada penduduknya yang bertaruh dengan maut kerena kelaparan. Dalam keadaan sakit (diare) tapi tidak terbantu dengan asupan makanan dan pengobatan yang memadai menjadi ujung dari kehidupan seorang ibu yang bernama “Besse” beserta seorang anak laki-lakinya, ini mungkin tamparan bagi kaum-kaum terhormat yang ada dibalik benteng pemerintahan Kota Makassar. Tapi sungguh pintar sang walikota berkelit, Katanya “ Ibu besse dan anaknya meninggal bukan kerena kelaparan, tapi karena penyakit diare yang dideritanya,dan juga korban dan keluarganya merupakan penduduk urban yang tinggalnya berpindah-pindah jadi sangat susah untuk didata sebagai warga kota makassar karena selain mereka baru tinggal di Makassar juga tidak menetap dari tempat yang satu ke tempat yang lain.” Tapi dari petikan pembelaan pak walikota justru saya semakin kecewa dengan para kaum elit yang selalu berlindung dari kelalaian dan kealpaan sendiri, selalu menekan kaum bawah dengan berbagai prosedur dan ikatan-ikatan aturan yang wajib dipenuhi, dan kalau tidak….semua akan menjadi tanggungan dan pelimpahan tanggung jawab ke yang bersangkutan, kasarnya…tanggung resiko sendiri
Waktu saya liat pertama kali berita ini, entah kenapa tiba-tiba perasaan saya campur aduk,rasa marah mendominasi….mungkin ini reaksi normal. Saya begitu bencinya melihat di setiap adegan ada begitu banyak pahlawan kesiangan yang tanpa disuruh menjadi saksi dari musibah ini,dengan begitu gamblangnya memaparkan apa yang tejadi, menceritakan bagaimana kondisi keluarga Almarhumah bu besse yang katanya hanya mampu makan nasi 3 kali dalam seminggu, mungkin saya Zu’uzon saat melihat mereka dengan cermatnya dan suksesnya bercerita di depan camera apa yang sempat terjadi sebelum musibah penutupan ajal. Ini sebenarnya hal yang wajar….sangat wajar bahkan, cuman yang saya sesali dari para saksi yang katanya tetangga korban, Kok baru muncul sekarang??? Ada dimana waktu Almarhumah dan anak-anaknya mempertaruhkan nyawa hanya karena sepiring nasi, kalau bisa menceritankan secara cermat tentang kejadian ini kenapa dalam waktu 3 hari itu tak seorang pun yang datang mengulurkan sepiring makanan untuk mereka, dimana…..”saya muak dengan ketidak adilan ini, benci dengan perbedaan yang membedakan, marah dengan kesenjangan yang membunuh….”.
Memang sungguh ironis, di jaman yang serba maju dan serba ada ini ternyata masih banyak penduduk Indonesia yang belum maksimal merasakan nikmatnya kemerdekaan, setidaknya merasakan bagaimana enaknya dan nikmatnya hidup dalam kondisi yang layak. Tiga hari tidak makan sungguh merupakan perjuangan yang luar biasa, meredang nyawa dengan 3 orang anak dan dalam keadaan hamil sangat tidak masuk akal untuk tetap bertahan hidup. Inilah sisi kelam kota Makasar yang sempat tercatat dan ter ekspos keseluruh Indonesia, ini bukan sebuah kebanggaan…..dan kalau saya boleh berpendapat, ini adalah pukulan telak bagi mereka yang bertanggung jawab dengan kondisi dan kestabilan Masyarakat kota Makasssar . Sunggguh betul-betul ironi….Disepanjang kawasan di Kota makassar telah membuktikan ada begitu banyak berubahan, setidaknya melihat gedung-gedung dan bangunan-bangunan baru yang kian hari kian bertambah dan memadati tatanan kota Makassar, tapi apa pernah terpirkan dan terbayangkan bahwa dibalik kacantikan wajah kota makassar, dibalik pesatnya perkembangan ekonomi, dibalik kemawahan yang disuguhkan dikota ini ternyata masih ada Masyarakatnya yang meringis menahan lapar, bahkan 3 nyawa harus berakhir karena kelaparan. Mungkin memang sudah takdir, tapi Allah kan masih memberikan kesempatan bagi hambanya untuk memperbaiki takdir hidupnya
Mungkin dengan adanya kejadian ini betul-betul telah membuktikan bahwa empati, simpati dan kepedulian sudah tidak lagi menggugah kepekaan sebagian dari kita, budaya beradap sudah ditunggangi dengan sebuah kekuasaan dan kepentingan. hanya berani berteriak dan berjanji waktu kampanye, berusaha menarik simpatik kaum terpinggirkan untuk sebuah kedudukan, tapi begitu mendapatkan apa yang di inginkan, tidak sedikit pun menoleh dan melihat keadaan mereka yang berada digaris merah….apalagi memperjuangkan.
Smoga….Almarhumah ibu besse dan kedua anaknya mendapat tempat yang lapang di SisiNya, dan smoga juga ini bisa menjadi pelajaran bagi kita semua, khususnya saya pribadi bahwa hidup itu nikmat, selama kita masih bisa mensyukurinya, dan disetiap rejeki yang kita proleh Allah titipkan rejeki saudara-saudara kita yang kurang mampu melalui tangan tangan kita, dan itu adalah hak-hek mereka ……..
0 Comments:
Post a Comment
<< Home